SUMENEP, NEWS9 – Ribuan pasang mata tumpah ruah di Lapangan Giling, Sumenep, Madura, menyaksikan karapan sapi, Minggu (14/9/2025).
Dentuman saronen berpadu sorakan penonton menyulut adrenalin ketika 48 pasang sapi karapan dari berbagai kecamatan saling adu kecepatan di lintasan balap berdebu.
Bukan sekadar tontonan, ajang tersebut menjadi seleksi bergengsi menuju Karapan Sapi Piala Presiden 2025 di Bangkalan.
Sapi-sapi terbaik dari Sumenep tengah dipertaruhkan untuk membawa kehormatan daerah sekaligus mempertahankan identitas budaya Pulau Garam.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Sumenep, Mohamad Iksan, menegaskan karapan sapi bukan sekadar hiburan musiman.
“Karapan sapi adalah identitas budaya Madura yang diwariskan turun-temurun. Ia simbol kebanggaan, sekaligus kehormatan masyarakat Sumenep,” ujar Iksan.
Suasana semakin membara ketika deretan sapi dengan nama penuh karakter seperti Ancaman Marino, Bola Api Neraka, Komando, Kapten Zeus, hingga Anak Ajaib melesat kencang di lintasan.
Kreativitas penamaan itu mencerminkan kebanggaan dan semangat juang para pemiliknya.
Pertandingan terbagi dalam tiga pool. Setiap pasangan sapi tampil garang, disambut tepuk tangan dan sorakan penonton yang memenuhi tribun.
Ajang tersebut bukan hanya soal siapa tercepat, tapi juga seleksi ketat untuk menentukan wakil Sumenep yang akan bertarung di arena paling prestisius Piala Presiden 2025.
“Seleksi ini langkah serius menyaring sapi-sapi terbaik. Kami ingin Sumenep tampil kuat di Piala Presiden,” tegas Iksan.
Pemerintah daerah pun menegaskan komitmennya melestarikan karapan sapi sebagai warisan budaya tak ternilai.
“Tradisi ini harus terus hidup, karena di situlah harga diri dan jati diri Madura terletak,” tukas Iksan.
Di sisi lain, Candra Wijaya, pakar karapan sapi, menilai tradisi tersebut adalah ekspresi kehormatan masyarakat Madura.
“Karapan sapi itu kreativitas sekaligus identitas budaya. Ini bukan sekadar lomba, tapi simbol solidaritas dan kebanggaan warga Pulau Garam,” kata Candra.
Tidak heran, lanjut dia, setiap tahun karapan sapi menjadi magnet wisata budaya.
Wisatawan lokal hingga mancanegara rela datang menyaksikan bagaimana sapi-sapi yang dipoles penuh kebanggaan itu berlaga di arena, lengkap dengan irama saronen yang membakar atmosfer.
“Bagi masyarakat Madura, karapan sapi bukan hanya tradisi, tapi perekat sosial antar kecamatan, simbol prestise pemilik sapi, dan arena kompetisi sehat yang menjaga semangat kebersamaan,” tandas Candra. ***